Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s, (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and SNAPP, 1978). Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun social siswa sangat diperlukan. Model pembelajaran Jigsaw ini diladasi oleh teori belajar humanistic, karena teori belajar humanistic menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya.
Teknik
mengajar Jigsaw sebagain metode pembelajaran kooperatif bisa digunakan dalam
pengakaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik ini
menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sehingga
dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperi ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan social, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk
semua kelas/ tingkatan.
Model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif,
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan
memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung
jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok
asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota
kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang.
Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota
kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu
untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Disini,
peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar
mudah untuk memahami materi yang diberikan.
Kunci
tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang
memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki
tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk
mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.
B.
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:
1.
Membentuk kelompok heterogen
yang beranggotakan 4 – 6 orang
2.
Tiap orang dalam kelompok
diberi sub topik yang berbeda.
3. Setiap kelompok membaca dan
mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan
bergabung dalam kelompok ahli.
4. Anggota ahli dari masing-masing
kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan
sesuai dengan banyaknya kelompok.
5.
Kelompok ahli berdiskusi untuk
membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik
tersebut.
6. Setelah memahami materi,
kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian
menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
7. Tiap kelompok memperesentasikan
hasil diskusi.
8. Guru memberikan tes individual pada
akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan.
9.
Siswa mengerjakan tes
individual atau kelompok yang mencakup semua topik.
C. Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw
Bila dibandingkan dengan metode
pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan
yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru
dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi
kepada rekan-rekannya.
2.
Pemerataan penguasaan materi
dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3. Metode pembelajaran ini dapat
melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
Beberapa hal yang bisa
menjadi kelemahan aplikasi model ini di lapangan, menurut Roy Killen, 1996,
adalah :
1. Prinsip utama pembelajaran ini
adalah ‘peer teaching’, pembelajran
oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam
memahami konsep yang akan diskusikan bersama siswa lain.
2. Apabila siswa tidak memiliki
rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi pada teman.
3. Rekod siswa tentang nilai,
kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh
waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
4. Butuh waktu yang cukup dan
persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5.
Aplikasi metode ini pada kelas
yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.
Dalam penerapannya sering dijumpai
beberapa permasalahan, yaitu :
1. Siswa yang aktif akan lebih
mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
2. Siswa yang memiliki kemampuan
membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi
apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli.
3.
Siswa yang cerdas cenderung
merasa bosan.
4. Pembagian kelompok yang tidak
heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua.
5. Penugasan anggota kelompok
untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi
yang harus dipelajari.
6. Siswa yang tidak terbiasa
berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.
Diskusi dalam kelompok
ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang muncul dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Pengelompokan dilakukan
terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar siswa dalam kelas.
2. Sebelum tim ahli, misalnya ahli
materi pertama kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu
dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugas mereka
Sumber : http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.co.id/2012/08/jigsaw.html
No comments:
Post a Comment